Sabtu, 27 April 2013

"PSIKOTERAPI :BEHAVIOR THERAPY”


Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Terapi ini dipopulerkan oleh B.F Skinner, dimana terapi ini menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih adaptif. Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku. Daripada memandang terapi tingkah laku seperti pendekatan terapi yang dipersatukan dan tunggal, lebih tepat menganggapnya sebagai terapi-terapi tingkah laku yang mencakup berbagai prinsip dan metode yang belum dipadukan ke dalam suatu sistem yang dipersatukan. Dimana perkembangan terapi tingkah laku ini adalah sejak tahun 1950-an.

Konsep-Konsep Utama Behavior Therapy
  1. Pandangan Tentang Sifat Manusia
behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Behavior ditandai oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang dapat diamati. Pendekatan behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari.
Pandangan para behavioris tentang manusia seringkali didistorsi oleh penguraian yang terlampau menyederhanakan tentang individu sebagai bidak nasib yang tak berdaya. Terapi tingkah laku kontemporer bukanlah suatu pendekatan yang sepenuhnya deterministik dan mekanistik, yang menyingkirkan potensi para klien untuk memilih. Hanya “para behavioris yang radikal” yang menyingkirkan kemungkinan menentukan diri dari individu. Nye (1975) dalam pembahasan tentang behaviorisme radikal nya B.F Skinner, menyebutkan bahwa para behavioris radikal menekankan manusia sebagai dikendalikan oleh kondisi-kondisi linkungan.

       2. Pengondisian Klasik Versus Pengondisian Operan
Pengondisian klasik disebut pengkondisian responden, berasal dari karya Pavlov, pengondisian klasik melibatkan stimulus tak berkondisi (UCS) yang secara otomotis mengembangkan respon berkondisi (CR) yang sama dengan respon tak berkondisi (UCR) apabila diasosiasikan dengan stimulus tak berkondisi. Jika UCS dipasangkan dengan sutau stimulus berkondisi (CS), lambat launCS mengarahkan kemunculan CR. Baik karya Salter maupun Wolpe sebagian besar berasal dari model pengondisian klasik. Teknik-teknik yang spesifik seperti desensitisasi sistematik dan terapi aversi berlandaskan pengondisian klasik.
Pengondisian operan, satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.

Ciri-ciri unik terapi tingkah laku
Terapi tingkah laku, berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh :
  • Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik.
  •  Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.
  • Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah
  •  Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi

Terapi ini merupakan suatu pendekatan induktif yang berlandaskan eksperimen-eksperimen dan menerapkan metode eksperimental pada proses terapeutik. Urusan terapeutik utama adalah mengisolasi tingkah laku masalah dan kemudian menciptakan cara-cara untuk mengubahnya. Pada dasarnya, terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Setelah mengembangkan mengembangkan pernyataan yang tepat tentang tujuan-tujuan treatment, terapis harus memilih prosedur-prosedur yang paling sesuai untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Berbagai teknik tersedia, yang keefektifannya bervariasi dalam menangani masalah-masalah tertentu.
Terapi tingkah laku memasukkan kriteria yang didefiniskan dengan baik bagi perbaikan atau penyembuhan. Karena terapi tingkah laku menekankan evaluasi atas keefektifan teknik-teknik yang digunakan, maka evolusi dan perbaikan yang berkesinambungan atas prosedur-prosedur treatment menandai proses terapeutik.  

Tujuan Terapeutik
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned, dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya terdapat respon-respon yang layak, namun belum dipelajari.
Menurut beberapa ahli, terdapat banyak kesalah pahaman dalam menjelaskan tujuan-ttujuan terapi tingkah laku, namun Krumboltz, dan Thorensen telah mengembangkan tiga kriteria bagi perumusan tujuan yang bisa diterima dalam konseling tingkah laku sebagai berikut:
  •  Tujuan yang dirumuskan haruslah tujuan diinginkan oleh klien
  • Konselor harus bersedia membantu klien dalam mencapai tujuan
  • Harus terdapat kemungkinan untuk menaksir sejauh mana klien bisa mencapai tujuannya. 
Akan tetapi, bagaimana jika klien tidak bisa mendefinisikan masalahnya dengan jelas dan hanya bisa menghadirkan tujuan-tujuan yang masalahnya dengan jelas dan hanya bisa menghadirkan tujuan-tujuan yang sama? Krumboltz dan Thorensen sepakat bahwa pada umumnya klien tidak menjabarkan masalah-masalah dalam bahasa yang sederhana dan jelas. Tugas terapis adalah mendengarkan kesulitan klien secara aktif dan empatik. Terapis memantulkan kembali apa yang dipahaminya untuk memastikan apakah persepsinya tentang pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan klien benar.  Lebih dari itu, terapis membantu klien menjabarkan bagaimana dia akan bertindak di luar cara-cara yang ditempuh sebelumnya. Dengan berfokuskan pada tingkah laku yang spesifik yang ada pada kehidupan klien sekarang, terapis membantu klien menerjemahkan kebingungan yang dialaminya ke dalam suatu tujuan kongret yang mungkin untuk dicapai.

Fungsi dan Peran Terapis
            Dalam terapi behavior ini, terapis berfungsi sebagai:
  •    Sebagai guru, pengarah yang ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan dapat mengarahkan pada tingkah laku yang baru dan adjustive.
  •   Terapis juga berperan sebagai pemberi penguatan sosial bagi klien, baik yang positif maupun yang negatif. Bahkan mesikpun mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang netral sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan nilai, terapis membentuk tingkah laku klien, baik melalui cara-cara langsung maupun melalui cara-cara tidak langsung.
  •     Terapis berfungsi sebagai model bagi klien, karena klien sering memandang terapis sebagai orang yang patut diteladani, dan ditiru sikap dan tingkah lakunya.


Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur Terapeutik
            Terapi behavior memiliki teknik-teknik yang utama, yaitu :
1.      Desentisasi sistematik
Digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi diarahkan pada mengajar klien untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan kecemasan.

2.      Terapi implosif dan pembanjiran
Teknik pembanjiran berlandaskan paradigma mengenai penghapusan eksperimental. Terapis memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien. Stampfl mengembangkan teknik yang berhubungan dengan teknik pembanjiran, yang disebut terapi implosif : seperti halnya dengan desensitisasi sistematik, terapi implosif berasumsi bahwa tingkah laku neurotik melibatkan penghindaran terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecemasan.

3.      Latihan asertif
Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas adalah latihan asertif yang bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal, di mana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan, bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang:
- Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung
- Menunjukan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya
-   Memiliki kesulitan untuk mengatakan tidak
- Memiliki kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya
-  Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri
Dimana cara yang digunakan dalam latihan asertif ini adalah menggunakan prosedur permainan peran, disini konselor bertindak sebagai fasilitator. Selain itu diskusi kelompok juga sangat bermanfaat dalam latihan asertif ini, untuk saling membantu satu sama lain dalam membantu klien untuk mengembangkan cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi interpersonal.

4.      Terapi Aversi
Teknik pengondisian aversi yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, yang melibatkan mengasosiasikan tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat kemunculannya. Stimulus-stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan kejutan listrik atau [pemberian listrik. Kendali aversi bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk hukuman.

5.      Pengondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku yang beroperasi di linkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, dsb. Menurut Skinner jika tingkah laku diganjar, maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang tinggi.

6.      Perkuatan positif
Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas.

7.      Pembentukan respon
Dalam pembentukan respon, tingkah laku secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respon berwujud pengembangan suatu respon yang pada mulanya tidak terdapat dalam  perbendaharaan tingkah laku individu.

8.      Penghapusan
Apabila suatu respon terus menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respon tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku maladaptif itu.

9.      Percontohan
Dalam percontohan, individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model

10.  Token
Digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba, yang nantinya bisa ditukar dengan objek atau hak istimewa yang diinginkan.

Referensi :
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama


Sabtu, 20 April 2013

Perjuangan dalam Menggapai Angan

Sekian lama kita berpisah
Melangkah sendiri-sendiri di dunia asing
Di luar sana..
Berusaha untuk mencari jati diri sendiri
Bertempur dengan kejam nya dunia luar dalam singgasana hidup ini
Berusaha keras untuk bertahan, maju dalam pertempuran
Semangat yang selalu  dikibarkan bersama-sama
Jangan sampai berhenti di tengah jalan dengan alasan apapun
Tetaplah berjuang...untuk menggapai semua angan yang telah diucapkan dahulu


"PSIKOTERAPI : RATIONAL EMOTIVE THERAPY"


Terapi rasional emotif (TRE) dikembangkan oleh Albert Ellis, dimana TRE ini memiliki banyak kesamaan dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif tingkah laku tindakan dalam arti menitikberatkan berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis, dan bertindak. TRE sangat didaktik dan sangat direktif serta lebih bayak berusan dengan dimensi-dimensi pikiran daripada dengan dimensi-dimensi perasaan. Konsep-konsep TRE membangkitkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan, yaitu :
-  Apakah pada dasarnya psikoterapi merupakan suatu proses reduksi?
-   Apakah sebaiknya terapis berfungsi terutama sebagai guru?
- Apakah pantas para terapis menggunakan propoganda, persuasi, dan saran-saran yang sangat direktif?
-  Sampai mana keefektifan usaha membebaskan para klien dari “keyakinan-keyakinan irrasional nya dengan menggunakan logika, nasihat, informasi, dan penafsiran-penafsiran?

Konsep utama rational emotive therapy
  1Pandangan tentang sifat manusia
TRE adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur maupun untuk berfikir irasional dan jahat. TRE menekankan bahwa manusia berfikir, beremosi, dan bertindak secara stimultan. Jarang manusia beremosi tanpa berfikir, sebab perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik. Ellis menyatakan bahwa bila individu-individu tidak dikondisikan untuk berfikir dan merasa dengan cara tertentu, maka mereka cenderung untuk bertingkah laku dengan cara demikian meskipun mereka menyadari bahwa tingkah laku mereka itu menolak atau meniadakan diri.

      2. Pandangan TRE pada teori A-B-C tentang kepribadian
Teori A-B-C tentang kepribadian sangatlah penting bagi teori dan praktek TRE. A adalah keberadaan suatu fakta, suatu peristiwa, tingkah laku atau sikap seseorang. C adalah konsekuensi atau reaksi emosional seseorang, reaksi ini bisa layak dan bisa pula tidak layak. A (peristiwa yang mengaktifkan) bukan penyebab timbulnya C (konsekuensi emosional). Alih-alih, B, yaitu keyakinan individu tentang A, yang menjadi penyebab C, yakni reaksi emosional. Misalnya, jika seseorang mengalami depresi sesudah perceraian, bukan perceraian itu sendiri yang menjadi penyebab timbulnya reaksi depresif, melainkan keyakinan orang itu tentang perceraian sebagai kegagalan, penolakan, atau kehilangan teman hidup. Ellis berkeyakinan akan penolakan dan kegelapan (pada B) adalah yang menyebabkan depresi (pada C), jadi bukan peristiwa perceraian yang sebenarnya (pada A). Jadi manusia bertanggungjawab atas penciptaan reaksi-reaksi emosional dan gangguan-gangguannya sendiri.
Ellis menandaskan bahwa karena manusia memiliki kesanggupan untuk berfikir, maka manusia mampu melatih dirinya sendiri untuk mengubah atau menghapus keyakinan-keyakinan yang menyabotase diri sendiri”. Untuk memahami dan mengonfrontasikan sistem-sistem keyakinan diperlukan disiplin diri, berifikir, dan belajar. Perubahan-perubahan kuratif dan preventif atas kecenderungan-kecenderungan menciptakan gangguan menjadi mungkin jika orang-orang dibantu dalam usahanya memperoleh pemahaman atas “ pemikiran yang sorong” dan atas “beremosi dan bertindak yang tidak layak”.
TRE berasumsi bahwa karena keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai irasional orang-orang berhubungan secara kasual dengan gangguan-gangguan emosional dan behavioralnya, maka cara yang paling efisien untuk membantu orang-orang itu dalam membuat perubahan-perubahan kepribadiannya adalah mengonfrontasikan mereka secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka bagaimana gagasan mereka sampai menjadikan mereka terganggu, menyerang gagasan-gagasan irasional mereka di atas dasar-dasar logika, dan mengajari mereka bagaimana berfikir logis dan karenanya mendorong mereka untuk mampu mengubah dan menghapus keyakinan irrasionalnya.

Tujuan Terapi Rational Emotive
            Terapi rasional omotif ini memiliki tujuan-tujuan, dimana tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
-   Meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik
-   Menunjukan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama adri gangguan-gangguan emosional yang dialami klien 
-  Mendorong klien agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar.
-  Tidak hanya mengurangi ketakutan-ketakutan spesifik yang dialami klien, melainkan penanganan atas rasa takutnya secara umum
-  Membantu klien membebaskan dirinya sendiri dari gejala-gejala yang dilaporkan yang tidak dilaporkan kepada terapis.

Peran Terapis dalam Terapi Rasional Emotif
            Ellis memberikan gambaran tentang bagaimana terapis berperan, atau apa saja yang harus dilakukan terapis dalam praktek rasional emotif, yaitu sebagai berikut:
- Mengajak klien untuk berfikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku
-   Menantang kepada klien menguji gagasan-gagasannya
-   Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya
- Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien
- Menunjukan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakina-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan
- Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
-  Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.

Teknik-Teknik atau Prosedur-Prosedur Terapi Rasional Emotif
Teknik TRE yang esensial adalah mengajar secara aktif direktif. Segera setelah terapi dimulai, terapis memainkan peran sebagai pengajar yang aktif untuk mereduksi klien. Terapis menunjukanpenyebab ketidaklogisan gangguan-gangguan yang dialami klien dan verbalisasi-verbalisasi diri yang telah mengekalkan gangguan-gangguan dalam hidup klien.
TRE adalah suatu proses didaktik dan karenanya menekankan metode-metode kognitif. Ellis menunjukan bahwa penggunaan metode-metode terapi tingkah laku seperti pelaksanaan pekerjaan rumah, desentisasi, pengondisian operan, hipnoterapi, dan latihan asertif cenderung digunakan secara aktif-direktif di mana terapis lebih banyak berperan sebagai guru dibandingkan sebagai pasangan yang berelasi secara intens.
Terapis secara khas aktif dalam pertemuan terapi TRE dan lebih suka berbicara daripada mendengarkan klien secara pasif. Bahkan selama pertemuan-pertemuan pertama terapi, terapis bisa mnhonfrontasikan kliennya dengan pembuktian atas pemikiran dan tingkah lakunya yang irasional. Terapis menggunakan penafsiran secara bebas dan tidak terlalu memperhatika resistensi-resistensi klien. Dia menyerang filsafat-filsafat yang menyalahkan diri, menerangkan, membujuk, dan mengajari klien.
Ellis menjelaskan bahwa banyak sekali variasi metode-metode rasional emotif lainnya, seperti eksplorasi, ventilasi, eksvakasi, penafsiran, terapis rasional, konfrontasi, pembantahan, deindoktrinasi, dan reduksi. Dimana variasi dari metode-metode ini sangat efektif digunakan dengan maksud membantu klien untuk mencapai suatu perubahan kognitif yang mendasar.

Referensi :
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama


Jumat, 12 April 2013

PSIKOTERAPI : “ANALISIS TRANSAKSIONAL”


Konsep Analisis Transaksional
Metode analisis transaksional muncul sekitar pertengahan tahun 1950-an, dari pengakuan seorang pasien, pasien itu merupakan seorang pengacara, dia berkomentar dalam sesi terapinya bahwa ia hanyalah seorang anak laki-laki kecil daripada daripada seorang pengacara yang matang. Pengertian ini mengarah pada analisis struktural dan tahap ego (tahap mental anak dan dewasa).

Analisis transaksional adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi kelompok. Analisis transaksional (AT) berbeda dengan sebagian besar terapi lain karena merupakan suatu terapi kontraktual dan desisional. AT melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses terapi. AT juga berfokus pada putusan-putusan baru. AT menekankan aspek-aspek kognitif rasional-behavior dan berorientasi kepada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara hidupnya.

Pendekatan ini dikembangkan oleh Eric Berne, berlandaskan suatu teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu : orang tua, orang dewasa, dan anak. Tinjauan teoritik tentang analisis transaksional adalah untuk memperkaya kemampuan-kemapuan menghadapi, dan mengatur situasi yang paling dalam dan interaksi kehidupan nyata.

Tinjauan teoritik tentang analisis transaksional dikaitkan dengan suatu pendekatan yang mengaitkan internal (intrapsikis) dengan interpersonal dan relasional. Pada intinya, makna analisis transaksional adalah untuk memperkaya kemampuan-kemampuan menghadapi (coping) dan mengatur (regulatory) situasi yang paling dalam dan interaksi kehidupan nyata.

Tujuan-Tujuan Analisis Transaksional
Menurut Corey (2009) tujuan dasar analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Dimana sasaran dalam terapi ini adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan-putusan dini mengenai posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara-cara hidup yang deterministik. Inti dari terapi ini adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai oleh kesadaran, spontanitas, dan keakraban.

Fungsi dan peran terapis
Analisis transaksional dirancang untuk memperoleh pemahaman emosional maupun pemahaman intelektual. Akan tetapi, dengan berfokus pada aspek-aspek rasional, peran terapis sebagian besar adalah sebagai berikut :
- Memberikan perhatian pada masalah-masalah didaktik dan emosional.
-  Menururt Haris, dia melihat peran terapis sebagai seorang “guru, pelatih, dan narasumber dengan penekanan kuat pada keterlibatan” sebagai guru, terapi menerangkan konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis transaksional, analisis skenario, dan analisis permainan.
-  Terapis membantu klien dalam menemukan kondisi-kondisi masa lampau yang merugikan yang menyebabkan klien membuat putusan-putusan dini tertentu, memungut renca-rencana hidup, dan mengembangkan strategi-strategi yang telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang barangkali ingin dipertimbangkannya.
- Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan emncari alternatif-alternatif guna menjalani kehidupan yang lebih otonom
-  Menggunakan pengetahuannya untuk menunjang klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas yang diprakarasi oleh klien.
- Terapis mendorong dan mengajarkan klien agar lebih memercayai ego orang dewasanya sendiri ketimbang ego orang dewasa terapis dalam memeriksa putusan-putusan lamanya dan dalam membuat putusan-putusan baru.

Prosedur-Prosedur Terapeutik
            Dalam praktek analisis transaksional, teknik-teknik dari berbagai sumber, terutama dari terapi Gestalt, digunakan. Sebenarnya ada prosedur-prosedur yang mengasyikan yang dihasilkan dari perkawinan antara analisis transaksional dan terapi Gestal. James dan jongeward (1971) menggabungkan konsep-konsep dan proses-proses analisis transaksional dengan eksperimen-eksperimen Gestalt. Dengan pendekatan gabungan itu, ia mendemonstrasikan peluang yang lebih besar untuk mencapai kesadaran diri dan otonomi. Dimana prosedur-prosedur dari tarapi ini adalah sebagai berikut :
a.  Analisis struktural
Merupakan suatu alat yang bisa membantu klien agar menjadi sadar antar isi dan fungsi ego orang tua, ego orang dewasa, dan ego anaknya. Para klien AT belajar bagaimana mengenali ketiga perwakilan ego-nya itu. Analisis struktural membantu klien dalam menemukan perwakilan ego yang mana yang menjadi landasan tingkah yang mana menjadi landasan tingkah lakunya. Dengan penemuan itu, klien bisa memperhitungkan pilihan-pilihannya.
       b. Metode didaktik
Para anggota analisis transaksional diharapkan sepenuhnya mengenal analisis struktural dengan menguasai landasan-landasan perwakilan-perwakilan ego melalui buku-buku yang telah tersedia seperti “games people play dan what do you say hello? Dari Eric Berne, dan masih banyak buku-buku lainnya yang bisa dipakai sebagai panutan atau bahan. Untuk kepada anggota kelompok analisis transaksional dianjurkan berpartisipasi dalam bengkel kerja khusus, konfrensi-konfrensi, dan pendidikan-pendidikan yang berkaitan dengan analisis transaksional.
        c.  Analisis transaksional
Analisis ini pada dasarnya merupakan suatu penjabaran atas analisis yang dilakukan dan dikatakan oleh orang-orang terhadap satu sama lain. Adapun yang terjadi, orang-orang-orang melibatkan suatu transaksi di antara perwakilan-perwakilan ego mereka. Ketika pesan-pesan disampaikan, diharapkan ada respons.
       d.  Kursi kosong
Merupakan suatu prosedur yang sesuai dengan analisis struktural. Kursi kosong ini dijalankan dengan meminta klien untuk membayangkan bahwa seseorang tengah duduk disebuah kursi di hadapannya dan mengajak berdialog. Prosedur ini meberikan kesempatan kepada klien untuk menyatakan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan sikap-sikapnya selama dia menjalankan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan sikap-sikapnya selama dia menjalankan peran-peran perwakilan-perwakilan ego-nya.
      e.   Permainan peran
Prosedurnya adalah seorang anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi seorang anggota lainnya, dan ia berbicara kepada anggota tersebut. Para anggota yang lain pun bisa menjalankan permainan serupa dan boleh mencobanya di luar pertemuan terapi. Dalam permainan ini memungkinkan klien untuk memperoleh umpan balik tentang tingkah laku sekarang dalam kelompok.
       f.   Penconrohan keluarga
Pada prosedur ini klien diminta untuk membayangkan suatu adegan yang melibatkan sebanyak mungkin orang yang berpengaruh di masa lampau, termasuk dirinya sendiri. Klien menjadi sutradara, produser, dan aktor. Dia menetapkan situasi dan menggunakan para anggota kelompok sebagai pameran para anggota keluarga, serta menempatkan mereka pada situasi yang dibayangkan.
        g.  Analisis permainan dan ketegangan
Prosedur ini merupakan suatu rangkaian transaksi terselubung komplementer yang terus berlangsung menuju hasil yang didefinisikan dengan baik dan dapat diperkirakan. Hasil dari kebanyakan terapi nya dalah peraaan tidak enak yang dialami oleh pemain.
       h.  Analisis skenario
Analisis skenario ini bisa menunjukan kepada individu proses yang dijalaninya dalam memperoleh skenario dan cara-caranya membenarkan tindakan-tindakan yang tertera pada skenario. Ketika menjadi sadar atas skenario kehidupannya, orang siap untuk melakukan sesuatu untuk mengubah pemprograman. Analisis skenario ini bisa membuka alternatif-alternatif baru yang menjadikan orang bisa memilih sehingga dia tidak lagi merasa dipaksa memainkan permainan-permainan mengumpulkan perasaan-perasaan untuk membenarkan tindakan-tindakan tertentu yang dilaksanakan menurut plot skenario.

Analisis transaksional dan penyembuhan
Beberapa sebutan harus dilakukan tentang gagasan penyembuhan dalam analisis transaksional (AT). Bersamaan dengan suatu keyakinan dalam ke-OK-an dasar klien, para terapis AT yakin akan konsep penyembuhan- bukan kemajuan atau kesadaran, tetapi bukan wawasana atau perubahan, tetapi penyembuhan. Berne menguraikannya sebagai berikut, yaitu :
1. Pengendalian sosial
2. Penyembuhan gejala
3. Penyembuhan transferensi
4. Penyembuhan naskah

Pencapaian pengendalian sosial dilakukan dengan cara memperoleh penguasaan atas perilaku-peerilaku disfungsional. Dengan penyembuhan gejala klien mengalami kelegaan yang ditandai dari distres kecemasan subjektif, depresi, atau kebingungan. Dalam penyembuhan transferensi klien dapat tetap berada di luar kepada klien. Penyembuhan naskah terjadi ketika orang dewasa klien berada dalam posisi menghadapi internal, dan interpersonal, stres, yang secara efektif dibebaskan dari perasaan-perasaan dan perilaku-perilaku naskah.

Baru-baru ini para terapis AT telah membagi penyembuhan ke dalam penyembuhan sosial dan penyembuhan psikologis. Penyembuhan sosial menawarkan suatu model interaksional, yang menggunakan alat-alat untuk bekerja dalam berbagai bidang praktik:
-  Terapi pasangan
- Terapi kelompok kecil – AT bekerja dengan bagus dalam kelompok karena terapi ini memungkinkan untuk mengidentifikasikan transaksi-transaksi pada saat itu
-  Terapi keluarga
-  Ruang kerja dan perkembangan organisasi

Berne menunjukan bahwa salah satu nilai lebih dari AT ialah bahwa terapi ini adalah psikiatri sosial dan psikologi individual. Terapi ini memberikan suatu perspektif yang unik tentang iteraksi sosial dan fenomena sosial lain. Penyembuhan psikologis menggunakan metode internal. Pita karet digunakan untuk menelusuri penahanan-penahan perkembangan, yang mengaitkan konflik-konflik masa lalu yang tidak terselesaikan dengan situasi-situasi yang dihadapi di sini dan pada saat ini. Seringkali pelayanan bersifat tatap muka, dengan penekanan umum pada permainan-permainan yang dimainkan dalam ruang penaganan dan dengan memfokuskan pada transferensi dan kontransferensi perilaku-perilaku yang digerakkan dalam pelayanan naskah.

Referensi :
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Roberts, Albert R, Gilbert J. Greene. 2008. Buku pintar pekerja sosial: social workers’ desk reference. Jakarta : Gunung mulia
Morrison, paul, philip burnard. 2008. Caring &communicating : hubungan interpersonal dalam keperawatan. Jakarta : ECG