Sabtu, 27 April 2013

"PSIKOTERAPI :BEHAVIOR THERAPY”


Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Terapi ini dipopulerkan oleh B.F Skinner, dimana terapi ini menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih adaptif. Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku. Daripada memandang terapi tingkah laku seperti pendekatan terapi yang dipersatukan dan tunggal, lebih tepat menganggapnya sebagai terapi-terapi tingkah laku yang mencakup berbagai prinsip dan metode yang belum dipadukan ke dalam suatu sistem yang dipersatukan. Dimana perkembangan terapi tingkah laku ini adalah sejak tahun 1950-an.

Konsep-Konsep Utama Behavior Therapy
  1. Pandangan Tentang Sifat Manusia
behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Behavior ditandai oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang dapat diamati. Pendekatan behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari.
Pandangan para behavioris tentang manusia seringkali didistorsi oleh penguraian yang terlampau menyederhanakan tentang individu sebagai bidak nasib yang tak berdaya. Terapi tingkah laku kontemporer bukanlah suatu pendekatan yang sepenuhnya deterministik dan mekanistik, yang menyingkirkan potensi para klien untuk memilih. Hanya “para behavioris yang radikal” yang menyingkirkan kemungkinan menentukan diri dari individu. Nye (1975) dalam pembahasan tentang behaviorisme radikal nya B.F Skinner, menyebutkan bahwa para behavioris radikal menekankan manusia sebagai dikendalikan oleh kondisi-kondisi linkungan.

       2. Pengondisian Klasik Versus Pengondisian Operan
Pengondisian klasik disebut pengkondisian responden, berasal dari karya Pavlov, pengondisian klasik melibatkan stimulus tak berkondisi (UCS) yang secara otomotis mengembangkan respon berkondisi (CR) yang sama dengan respon tak berkondisi (UCR) apabila diasosiasikan dengan stimulus tak berkondisi. Jika UCS dipasangkan dengan sutau stimulus berkondisi (CS), lambat launCS mengarahkan kemunculan CR. Baik karya Salter maupun Wolpe sebagian besar berasal dari model pengondisian klasik. Teknik-teknik yang spesifik seperti desensitisasi sistematik dan terapi aversi berlandaskan pengondisian klasik.
Pengondisian operan, satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.

Ciri-ciri unik terapi tingkah laku
Terapi tingkah laku, berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh :
  • Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik.
  •  Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.
  • Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah
  •  Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi

Terapi ini merupakan suatu pendekatan induktif yang berlandaskan eksperimen-eksperimen dan menerapkan metode eksperimental pada proses terapeutik. Urusan terapeutik utama adalah mengisolasi tingkah laku masalah dan kemudian menciptakan cara-cara untuk mengubahnya. Pada dasarnya, terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Setelah mengembangkan mengembangkan pernyataan yang tepat tentang tujuan-tujuan treatment, terapis harus memilih prosedur-prosedur yang paling sesuai untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Berbagai teknik tersedia, yang keefektifannya bervariasi dalam menangani masalah-masalah tertentu.
Terapi tingkah laku memasukkan kriteria yang didefiniskan dengan baik bagi perbaikan atau penyembuhan. Karena terapi tingkah laku menekankan evaluasi atas keefektifan teknik-teknik yang digunakan, maka evolusi dan perbaikan yang berkesinambungan atas prosedur-prosedur treatment menandai proses terapeutik.  

Tujuan Terapeutik
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned, dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya terdapat respon-respon yang layak, namun belum dipelajari.
Menurut beberapa ahli, terdapat banyak kesalah pahaman dalam menjelaskan tujuan-ttujuan terapi tingkah laku, namun Krumboltz, dan Thorensen telah mengembangkan tiga kriteria bagi perumusan tujuan yang bisa diterima dalam konseling tingkah laku sebagai berikut:
  •  Tujuan yang dirumuskan haruslah tujuan diinginkan oleh klien
  • Konselor harus bersedia membantu klien dalam mencapai tujuan
  • Harus terdapat kemungkinan untuk menaksir sejauh mana klien bisa mencapai tujuannya. 
Akan tetapi, bagaimana jika klien tidak bisa mendefinisikan masalahnya dengan jelas dan hanya bisa menghadirkan tujuan-tujuan yang masalahnya dengan jelas dan hanya bisa menghadirkan tujuan-tujuan yang sama? Krumboltz dan Thorensen sepakat bahwa pada umumnya klien tidak menjabarkan masalah-masalah dalam bahasa yang sederhana dan jelas. Tugas terapis adalah mendengarkan kesulitan klien secara aktif dan empatik. Terapis memantulkan kembali apa yang dipahaminya untuk memastikan apakah persepsinya tentang pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan klien benar.  Lebih dari itu, terapis membantu klien menjabarkan bagaimana dia akan bertindak di luar cara-cara yang ditempuh sebelumnya. Dengan berfokuskan pada tingkah laku yang spesifik yang ada pada kehidupan klien sekarang, terapis membantu klien menerjemahkan kebingungan yang dialaminya ke dalam suatu tujuan kongret yang mungkin untuk dicapai.

Fungsi dan Peran Terapis
            Dalam terapi behavior ini, terapis berfungsi sebagai:
  •    Sebagai guru, pengarah yang ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan dapat mengarahkan pada tingkah laku yang baru dan adjustive.
  •   Terapis juga berperan sebagai pemberi penguatan sosial bagi klien, baik yang positif maupun yang negatif. Bahkan mesikpun mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang netral sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan nilai, terapis membentuk tingkah laku klien, baik melalui cara-cara langsung maupun melalui cara-cara tidak langsung.
  •     Terapis berfungsi sebagai model bagi klien, karena klien sering memandang terapis sebagai orang yang patut diteladani, dan ditiru sikap dan tingkah lakunya.


Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur Terapeutik
            Terapi behavior memiliki teknik-teknik yang utama, yaitu :
1.      Desentisasi sistematik
Digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi diarahkan pada mengajar klien untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan kecemasan.

2.      Terapi implosif dan pembanjiran
Teknik pembanjiran berlandaskan paradigma mengenai penghapusan eksperimental. Terapis memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien. Stampfl mengembangkan teknik yang berhubungan dengan teknik pembanjiran, yang disebut terapi implosif : seperti halnya dengan desensitisasi sistematik, terapi implosif berasumsi bahwa tingkah laku neurotik melibatkan penghindaran terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecemasan.

3.      Latihan asertif
Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas adalah latihan asertif yang bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal, di mana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan, bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang:
- Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung
- Menunjukan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya
-   Memiliki kesulitan untuk mengatakan tidak
- Memiliki kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya
-  Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri
Dimana cara yang digunakan dalam latihan asertif ini adalah menggunakan prosedur permainan peran, disini konselor bertindak sebagai fasilitator. Selain itu diskusi kelompok juga sangat bermanfaat dalam latihan asertif ini, untuk saling membantu satu sama lain dalam membantu klien untuk mengembangkan cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi interpersonal.

4.      Terapi Aversi
Teknik pengondisian aversi yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, yang melibatkan mengasosiasikan tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat kemunculannya. Stimulus-stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan kejutan listrik atau [pemberian listrik. Kendali aversi bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk hukuman.

5.      Pengondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku yang beroperasi di linkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, dsb. Menurut Skinner jika tingkah laku diganjar, maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang tinggi.

6.      Perkuatan positif
Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas.

7.      Pembentukan respon
Dalam pembentukan respon, tingkah laku secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respon berwujud pengembangan suatu respon yang pada mulanya tidak terdapat dalam  perbendaharaan tingkah laku individu.

8.      Penghapusan
Apabila suatu respon terus menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respon tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku maladaptif itu.

9.      Percontohan
Dalam percontohan, individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model

10.  Token
Digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba, yang nantinya bisa ditukar dengan objek atau hak istimewa yang diinginkan.

Referensi :
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama


Tidak ada komentar:

Posting Komentar