Senin, 08 Oktober 2012

Multikulturalisme


Keragaman suku bangsa yang luar biasa, memiliki potensi positif seperti pariwisata, dan potensi negatif seperti konflik antar suku bangsa. Untuk dapat memanfaatkan keragaman Suku Bangsa menjadi kekayaan Bangsa tentu sangat diimpikan sebuah keadaan Keteraturan dalam masyarakat. Untuk menciptakan Keteraturan tersebut maka dipandang perlu memahami konsep lintas budaya (cross cultural) dan diakhiri dengan perspektif multikultural dalam memahami keragaman di Indonesia.

Multikulturalisme merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.

Perkembangan konsep serta praktik multikulturalisme membuat seorang tokoh bernama Parekh (1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme, yaitu :

  1. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural    menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
  2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa
  3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
  4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
  5. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.

Multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.

Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.

Ideologi multikulturalisme akan memunculkan kesetaraan dalam keragaman. Masyarakat multikultural adalah cerminan dari masyarakat sipil (civil society). Konsep ini sejalan dengan konsep relativisme kebudayaan sebagaimana yang telah dikembangkan di dalam antropologi. Ideologi ini harus dipahami, dikembangkan, dan menjadi milik bangsa Indonesia, sehingga bisa diterapkan ke dalam berbagai pranata di dalam masyarakat, seperti di pendidikan, politik, hukum dan ekonomi. Dengan pemahaman ideologi ini konflik antar suku bangsa dapat diredam karena telah adanya penghargaan yang setara terhadap perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakat.

 


REFRENSI :


http://id.wikipedia.org/wiki/Multikulturalisme
http://www.analisadaily.com/news/read/2012/06/29/59719/lintas_budaya_dan_multikulturalisme/#.UHNskeTtRHQ





Minggu, 07 Oktober 2012

Akulturasi Psikologis


Akulturasi adalah satu pola perubahan dimana terdapat  tingkat penyatuan antara dua kebudayaan. Penyatuan ini dapat menimbulkan perubahan dalam kedua kebudayaan. Penyatuan di sini tidak berarti bahwa kesamaannya lebih banyak daripada perbedaannya, tetapi hanya berarti bahwa kedua kebudayaan menjadi semakin serupa dibanding dengan sebelum terjadi kontak antara keduanya.
Graves (dalam Berry, 1998) membedakan akulturasi menjadi dua bagian, yaitu akulturasi dalam tingkatan komunitas (group level phenomenon) dan akulturasi psikologis (psychological acculturation). Bagian pertama menekankan pada perubahan budaya sebuah komunitas, sedangkan tipe kedua menekankan pada perubahan psikologis individu. Pembagian ini sangat penting untuk diperhatikan, karena pada akulturasi pada sebuah komunitas, tidak semua individu ikut di dalamnya

akulturasi juga dapat ditinjau berdasarkan tiga bentuk, yaitu kesengajaan (voluntariness), perpindahan (mobility) dan kestabilan  (permanence). 
1.      Kesengajaan (voluntariness)
Proses akulturasi dilihat dari proses partisipasi individu. Ada individu yang dengan
sengaja mengikuti proses akulturasi (misalnya karena berimigrasi), ada juga
individu yang tidak sengaja (misalnya karena pengungsian atau pengaruh luar).
2.      Perpindahan (mobility). 
Ada individu yang mengalami proses akluturasi yang dikarenakan berpindah tempat
(migrasi atau pengungsian), ada pula yang mengikuti akulturasi karena tidak
berpindah (misalnya pengaruh budaya luar pada penduduk pribumi).
3.      Kestabilan  (permanence)
Proses akultuasi berjalan menetap (permanen) ketika individu berada pada   tempat
yang permanen, dan proses akulturasi berjalan temporer ketika individu tidak
menetap pada tempat bersangkutan.

Akulturasi kerap berlawanan dengan  pengalaman baru individu. Akulturasi merupakan stresor yang menantang individu yang mampu menurunkan status kesehatan mental individu. Pada model akulturatif stres, strategi integrasi dalam mengantisipasi memunculkan dengan kesehatan mental individu yang optimal, sebaliknya strategi marjinalisasi menurunkan kualitas kesehatan mental (Giddens, 1998)

Jadi bagaimana akultrasi psikologis itu sebenarnya merupakan pengaruh dari perubahan psikologis individu tersebut, karena seperti yang telah dijelaskan diatas, terdapat tiga hal yang dapat mempengaruhi akultrasi itu sendiri yang disebabkan oleh individu sendiri yaitu kesengajaan, perpindahan, dan kestabilan. Karena hal-hal inilah yang nantinya akan mempengaruhi keadaan psikologis individu untuk mengalami perubahan sehingga terjadilah suatu akulturasi. Seperti contoh dapat dilihat di Indonesia sendiri, bahwa proses akulturasi yang terjadi pada masyarakat Indonesia adalah akulturasi yang ditinjau berdasarkan kesengajaan. Karena sebagai penduduk pribumi yang pasif dan tinggal menetap, yang mana mereka mendapat pengaruh budaya luar melalui media massa, interaksi perdagangan, atau interaksi lainnya yang membuat keadaan psikologisnya menjadi terpengaruh untuk mengikuti budaya perpindahan (imigrasi) yang ada dibudaya luar.  Inilah yang dimaksudkan akultrasi psikologis, bagaimana keadaan luar mempengaruhi keadaan psikologis individu untuk melakukan akulturasi.

REFRENSI :


Sabtu, 06 Oktober 2012

Akulturasi dan Relasi Internakultural


Didalam ilmu psikologi lintas budaya, kita mengenal istilah akulturasi dan internakultural (komunikasi antar budaya), disini kita akan melihat bagaimana relasi atau hubungan antara akulturasi dan interakulturasi tersebut. Pengertian dari Akulturasi sendiri adalah suatu proses sosial yang timbul, manakala suatu kelompok dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Sebagai Contoh, baju batik di Indonesia, yang digabungkan dengan model baju dari luar negri sehingga menghasilkan baju batik modern, disini budaya batik masih tetap ada namun di inovasikan menjadi batik modern.

Sedangkan Internakultural atau bisa juga disebut dengan komunikasi antar budaya, dipahami sebagai komunikasi antar manusia dari budaya yang berbeda. Gudykunst memandang komunikasi antar budaya sebagai salah satu bentuk tipe dari komunikasi antar kelompok .

Internakultural ini sendiri dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :

1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan

2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama

3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita

4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara


internakultural ini sendiri memiliki beberapa fungsi, yaitu :

1. Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang                                bersumber dari seorang individu.

· Menyatakan Identitas Sosial
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal.

· Menyatakan Integrasi Sosial
Menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi.

· Menambah Pengetahuan
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.

· Melepaskan Diri atau Jalan Keluar
berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan yang simetris.

Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda. Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya


2. Fungsi Sosial

· Pengawasan
Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan.


· Menjembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.


· Sosialisasi Nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.


· Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di depan Honolulu Zaw, Honolulu,Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.


Akulturasi dan internakulturasi 

akulturasi dan internakultural (komunikasi antar budaya) memiliki relasi atau hubungan yang saling berpengaruh, karena sesuai dengan pengertian akulturasi yang telah dijelaskan diatas, akulturasi ini merupakan bagaimana suatu kebudayaan menerima kebudayaan asing tanpa menghilangkan kebudayaan aslinya, proses penerimaan budaya ini tidak akan terjadi tanpa adanya komunikasi antar budaya (internakulurasi), karena tanpa adanya komunikasi maka tidak akan terjadi yang namanya pertukaran budaya, dalam komunikasi ini akan terjadi proses saling mempengaruhi antara satu budaya dengan budaya lainnya, sehingga terjadilah suatu akulturasi pada suatu kebudayaan.

REFRENSI :



Jumat, 05 Oktober 2012

Transmisi Budaya dan Biologis


Pada kebudayaan kita mengenal istilah transmisi lintas budaya, pengertian dari transmisi budaya itu sendiri merupakan bentuk-bentuk simbolik disampaikan dan merupakan fenomena sosial yang dalam prosesnya melibatkan seperangkat karakteristik, yaitu media teknikal, perangkat institusi, dan jarak-waktu.

Jenis-jenis transmisi budaya yaitu :

1. Transmisi Vertical

→ General Acculturation

Dari orang yang lebih tua/orang tua, pada budaya sendiri (intra) informal

→ Specific Socialization

Peristiwa yang disengaja, terarah dan sistematis

2. Oblique Transmision

Dari orang dewasa lain, yang budayanya sama (enkulturasi/ sosialisasi) dari orang yang budayanya beda (akulturasi/ resosialisasi)

→ General Aculturation

Orang dewasa yang budayanya sama Anak meniru sopan-santun orang dewasa

→ Specific Socialization,

→ General Acculturation

Orang dewasa yang berbudaya beda

→ Specific resocialization

3. Horizontal Transmision

→ General Enculturation

Dari teman sebaya pada budaya yang sama

→ Specific Socialization



Ketiga bentuk transmisi budaya melibatkan dua proses:

→ enkulturasi: yang "pembungkusan" individu oleh budaya mereka, yang mengarah ke penggabungan perilaku yang sesuai ke dalam repertoar mereka

→ Sosialisasi: lebih instruksi spesifik dan pelatihan, kembali memimpin dengan perolehan budaya yang sesuai dengan perilaku.



Enkulturasi

Enkulturasi adalah Proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup seseorang individu dimulai dari insttitusi keluarga terutama tokoh ibu. Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.

Enkulturasi ini memiliki pengaruh terhadap perkembangan psikologis anak, yaitu perkembangan seseorang untuk tumbuh kembang dipengaruhi oleh proses kultur atau budaya yang di transmisikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya dengan proses belajar.

akulturasi

Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Misalnya, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Amerika Serikat (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut berubah.

Akulturasi memiliki pengaruh terhadap perkembangan psikologis anak, yaitu berubahnya kultur seseorang yang terjadi karena pengaruh asing. Hal itu terjadi karena adanya proses sosial dimana sesama manusia saling mempelajari kultur yang ada dalam lingkungan asing tersebut.

Sosialisasi
Sosialisai adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.

Sosialisasi memiliki penagruh terhadap perkembangan psikologis anak, yaitu kehidupan seorang manusia yang terus berjalan mempengaruhi bagaimana proses penanaman kebiasaan dari satu generasi ke generasi berikutnya itu terjadi sehingga sosialisasi mempengaruhi peranan seorang individu dalam suatu kelompok masyarakat.

Masa awal perkembangan anak

Masa anak-anak adalah periode yang penuh perubahan dan fluktuasi serta lebih banyak mendapat pengaruh kultural dan lingkungan dibanding dengan periode-periode yang lain. Diseluruh dunia, orang melewati masa anak-anak dengan harapan bisa menjadi orang dewasa yang bahagia dan produktif. Namun arti persis bahagia dan produktif akan berbeda-beda dari satu budaya ke budaya yang lain. Tiap kebudayaan memiliki pengetahuan dan kompetensi-kompetensi dewasa apa saja yang dibutuhkan untuk dapat berfungsi secara memadai (Ogbu, 1981). Kompetensi-kompetensi ini berbeda-beda antarbudaya dan lingkungan, dan anak-anak tersosialisasi dalam ekologi-ekologi yang mendorong berkembangannya kompetensi tertentu (Harrison, Wilson, Pine, Chan,& Buriel, 1990)



Keletan (attachment) pada ibu atau pengasuh

Kelekatan atau attachment adalah ikatan khusus yang berkembang antara bayi dan pengasuhnya. Ainworth, Blehar, Waters, dan Wall (1978) membedakan tiga gaya kelekatan: aman (secure) yaitu pada bayi yang mempunyai ibu yang hangat dan responsif, menghindar (avoidant) yaitu pada bayi yang mempunyai ibu instrusif (terlalu mencampuri) dan terlalu menstimulasi, dan ambivalen yaitu bayi yang merespon ibu mereka secara tidak pasti berubah-ubah dari mencari dan menolak perhatian ibu ini biasanya terjadi pada bayi yang memiliki ibu tidak sensitif dan kurang terlibat dengan anaknya.

Kelekatan ini mendasari konsep kepercayaan dasar (basic trust). Erikson (1963) menggambarkan formasi kepercayaan dasar sebagai langkah penting pertama dalam proses perkembangan psikososial yang berlangsung seumur hidup.

Masing-masing budaya punya konsep kelekatan yang ideal yang berbeda. Misalnya ibu-ibu di Jerman menganggap penting dan mendorong kemandirian lebih dini dan karena itu menganggap kelekatan menghindar sebagai yang lebih ideal. Orang tua Jerman memandang anak-anak yang lekat secara aman sebagai anak yang dimanja (Grossmann, Grossmann, Spangler, Suess, & Unzner, 1985). Dianatara anak-anak Istrael yang dibesarkan di kibbutz (tanah pertanian kolektif) separuhnya menunjukkan kelekatan ambivalen yang cemas dan hanya sepertiga yang tampaknya lekat secara aman (Sagi, dkk.,1985). Anak-anak yang dibesarkan dikeluarga Jepang trdisional juga dicirikan oleh tingginya kelekatan ambivalen yang cemas, tanpa adanya kelekatan menghindar (Miyake, Chen, & Campos, 1985). Ibu-ibu tradisional ini jarang meninggalkan anak-anak mereka dan mendorong terbentuknya rasa ketergantungan yang tinggi pada anak-anak mereka. Hal ini mendukung loyalitas keluarga yang secara kultural dipandang ideal. Di keluarga-keluarga Jepang non-tradisional dimana para ibu mungkin memiliki karir, pola kelekatan yang ditemui mirip dengan yang ada di Amerika Serikat.

Beberapa penelitian lintas budaya juga menantang pemahaman bahwa kedekatan dengan ibu merupakan syarat untuk terbentuknya kelekatan yang aman dan sehat hal ini diperkuat dengan teori-teori tradisional Amerika. Tapi tidak demikian dengan sebuah suku perambah hutan di Afrika yang dikenal sebagai suku Efe yang menunjukkan sebuah situasi yang amat berbeda dengan apa yang diterima para ahli psikologis sebagai bagian dari kelekatan yang sehat (Tronick, Morelli, Ivey, 1992). Bayi-bayi efe menghabiskan banyak waktu tidak berada dekat dengan ibu dan diasuh oleh beberapa orang. Mereka selalu berada dalam jangkauan pendengaran dan penglihatan sekitar sepuluh orang. Mereka punya ikatan emosional yang dekat dengan banyak orang lain selain ibunya dan menghabiskan hanya sedikit waktu dengan ayahnya. Para peneliti menemukan bahwa anak-anak ini sehat secara emosi meski memiliki banyak pengasuh. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam setiap kebudayaan dalam hal kelekatan anak dengan pengasuhnya.



REFRENSI :

http://re-searchengines.com/agusruslan30-5.html

http://id.scribd.com/doc/68996864/TRANSMISI-BUDAYA

http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_antarbudaya

http://antropolis.files.wordpress.com/2007/10/cross-culturelepsychologie.doc http://solo-institute.org/2012/02/psikologi-perkembangan-dalam-perspektif-lintas-budaya/

Psikologi Lintas Budaya dan Disiplin Ilmu Lainnya



Psikologi memiliki cabang ilmu yang banyak sekali, salah satu diantaranya adalah psikologi lintas budaya. Psikologi lintas budaya ini merupakan salah satu cabang (sub disiplin) dari ilmu Psikologi, , yang melihat bagaimana faktor-faktor budaya mempengaruhi perilaku manusia. Asosiasi Internasional Lintas Budaya Psikologi (IACCP) didirikan pada tahun 1972, dan ini cabang psikologi terus tumbuh dan berkembang sejak saat itu Tumbuh-kembang Psikologi lintas budaya lebih tampak di Amerika Serikat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di negara itu.

Pengertian dari psikologi lintas budaya itu sendiri pada hakikatnya, menurut brislin, lonner, dan torndike, (dalam Berry dkk, 1997:2) adalah kajian empiris mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku (Berry dkk, 1997:2) psikologi lintas budaya ini berkutat dengan kajian sistematis mengenai perilaku dan pengalaman, sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya berbeda yang dipengaruhi budaya yang bersangkutan.

Adapun definisi-definisi lainnya dari para ahli seperti Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan memunculkan banyak persoalan.Adapun definisi-definisi lainnya dari para ahli seperti Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan memunculkan banyak persoalan.

Sejumlah definisi lain mengungkapkan beberapa segi baru dan menekankan beberapa kompleksitas, yaitu: riset lintas-budaya dalam psikologi yang merupakan perbandingan sistematik dan eksplisit antara variabel psikologis di bawah kondisi-kondisi perbedaan budaya dengan maksud mengkhususkan antesede-anteseden dan proses-proses yang memerantarai kemunculan perbedaan perilaku.

Adapun tujuan dari mempelajari psikologi lintas budaya ini adalah :
- Mempelajari hubungan antara budaya dengan perilaku individual manusia.
- Mempelajari adanya perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan dalam fenomena-fenomena psikologis antara budaya satu dengan yang lainnya.
- Mempelajari dinamika psikologis hubungan antara budaya satu dengan budaya lainnya.
- Melihat perilaku baik universal dan perilaku yang unik untuk mengidentifikasi cara-cara di mana budaya dampak perilaku kita, kehidupan keluarga, pendidikan, pengalaman sosial dan daerah lainnya.


Hubungan psikologi lintas budaya dengan ilmu lainnya :Ilmu psikologi lintas budaya ini juga melibatkan berbagai ilmu sosial lainnya, seperti psikologi indigenous, psikologi budaya, dan antropologi. Yang mana diantara disiplin ilmu ini mereka memiliki hubungan yang saling berkesinambungan untuk mengetahui perbedaan-perbedaan individu berdasarkan kebudayaannya.

1. antropologi dengan psikologi lintas budaya
Ilmu antropologi itu sendiri merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang segala aspek dari manusia, yang terdiri dari aspek fisik dan nonfisik berupa warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, kebudayaan, aspek politik, dan berbagai pengetahuan tentang corak kehidupan lainnya yang bermanfaat.

Lintas budaya dan antropologi memang berbeda, karena lintas budaya lebih membahas tentang bagaimana faktor-faktor budaya mempengaruhi perilaku manusia yang berbeda-berbeda, sedangkan antropologi lebih melihat bagaimana aspek fisik dan non fisik dari manusia yang mempengaruhi tingkah lakunya.


2. psikologi indigenous dan psikologi lintas budaya

Psikologi indigenous didefinisikan sebagai pandangan psikologi yang asli pribumi, yang tidak didatangkan dari wilayah lain, dan memang didesain khusus untuk masyarakat itu. Dengan kata lain psikologi indigenous adalah pemahaman yang berdasar pada fakta-fakta atau keterangan yang dihubungkan dengan konteks kebudayaan setempat. (Agussyafii, 2010),

Berbeda dengan lintas budaya yang melihat perbedaan kepribadian manusia dari faktor-faktor budayanya, pada psikologi indigenous ini melihat perbedaaan kepribadian dari pengetahuan, keterampilan dan keyakinan penduduk asli sesuai dengan keadaan alami penduduk didaerah tersebut.

3. psikologi budaya dengan psikologi lintas budaya

Psikologi budaya merupakan cabang psikologi yang berkaitan dengan bagaimana tradisi pada suatu budaya mempengaruhi pembentukan diri individu, dan merupakan bidang psikologi yang mengasumsikan bahwa budaya dan pikiran tidak dapat dipisahkan, dan teori-teori psikologi didasarkan pada satu budaya yang hanya terbatas untuk budaya itu sendiri. Psikologi budaya ini merupakan studi tentang bagaimana tradisi budaya dan praktek sosial mengatur, mengungkapkan dan mengubah psikis manusia sehingga kurang dalam kesatuan psikis manusia dibandingkan divergensi etnis dalam pikiran, diri , dan emosi.

Berbeda dengan lintas budaya yang melihat perbedaan kepribadian manusia dari faktor-faktor budayanya, pada psikologi budaya ini lebih melihat perbedaan itu dari tradisi dari kebudayaan yang ada didaerahnya yang berbeda dengan tradisi didaerah lainnya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi lintas budaya itu berbeda dengan disiplin ilmu lainnya (antopologi, psikologi indigenous, dan psikologi budaya) namun semuanya ini memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Bisa dibuktikan dalam melakukan sebuah penelitian tentang perbedaan kepribadian individu berdasarkan daerah tempat tinggal, seperti contoh suku batak dan suku minang, untuk mengetahui perbedaan dari kedua suku ini dibutuhkan ketiga ilmu itu (antopologi, psikologi indigenous, dan psikologi budaya) yang mana nantinya akan digabungkan sehingga terbentuklah faktor-faktor kebudayaan yang akan melibatkan ilm psikologi lintas budaya yang nantinya akan melihat bagaimana perbedaan individu itu dari faktor-faktor kebudayaan yang telah didapatkan tersebut.


REFERENSI :